Beranda > Ilmu, Opini, Peradaban Islam > Menghidupkan Kembali Kepemimpinan Salafush Shalih Untuk Membangun Peradaban Islam (part I)

Menghidupkan Kembali Kepemimpinan Salafush Shalih Untuk Membangun Peradaban Islam (part I)

Pendahuluan

Salafush shalih berasal dari kata as-salaf yang berarti pendahulu, dan ash-shalih yang berarti sholeh atau baik. Dengan demikian salafush shalih berarti para pendahulu yang baik. Para ulama sepakat bahwa salafush shalih adalah ulama-ulama yang shalih yang berasal dari zaman sahabat, tabi’in (generasi setelahnya), dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in). Salafush shalih adalah sumber rujukan utama bagi umat ini, dan para ulama kontemporer senantiasa tidak akan pernah lepas dari menyandarkan ilmu mereka kepada ilmu yang telah diwariskan oleh salafush shalih. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’ut tabi’in).” (Shahih Bukhari)

Jika kita membaca dan mendalami sejarah salafush shalih, kita akan takjub dengan kejujuran, ilmu, dan ke-istiqamah-an mereka dalam berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah. Salah satu kisah yang mahsyur di zaman Khulafa’ur Rasyidin adalah pendirian khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu untuk tetap memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid yang sebelumnya telah dibentuk oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam semasa hidup beliau. Padahal saat itu banyak penduduk Arab yang murtad dari agama Islam kecuali Makkah, Madinah, dan Thaif. Akhirnya, pasukan Usamah kembali dengan membawa kabar gembira kemenangan. Tentu saja, kemenangan ini merupakan anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala atas kepemimpinan Abu Bakar radhiyallahu anhu yang tegas, berpendirian, dan istiqamah di atas sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Dapat kita lihat pula sebab kemunduran kekhalifahan pada zaman setelah sahabat adalah tidak mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa salla, terutama hidup sederhana, dekat dengan rakyatnya, tidak menyakiti sesama kaum muslimin, berjihad di jalan Allah, kembali kepada Allah dan Rasulnya ketika berselisih, dan dalam banyak perkara lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisaa`: 59)

“Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemena-ngan yang besar.” (Q.S. Al Ahzab, 33: 71)

“Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rosyidin yang mendapatkan hidayah sesudahku. Pegang teguh sunnah tersebut dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hati kalian dari perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Shahih. Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, sebagaimana dinukil di dalam kitab Kun Salafiyyah ‘alal Jaaddah.)

Dengan demikian, segala sesuatu harus kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, termasuk juga dalam hal mewujudkan peradaban Islam.

Peradaban Islam

Peradaban Islam adalah sebuah peradaban yang melandaskan segala sesuatunya berdasarkan Islam. Nilai, kebudayaan, sikap, akhlak yang terkandung di dalamnya, semuanya berkembang berdasarkan nilai-nilai Islam, yakni tidak melanggar larangan Allah serta masih tetap dalam upaya untuk menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasulullah.

Peradaban ini meliputi seluruh sisi kehidupan, mulai dari akidah yang ditanamkan di dalam hati, perbuatan dalam keseharian sehari-hari, maupun amal ibadah yang hanya ditujukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Peradaban ini meliputi sistem pemerintahan, sistem sosial, sampai hal-hal yang sifatnya mendetail pada perseorangan, seperti tata cara makan, sholat, puasa, berdoa untuk masuk rumah, keluar rumah, dan sebagainya.

Untuk membangun peradaban Islam, senantiasa dibutuhkan pendidikan (tarbiyah) kepada masyarakat secara kontinyu, berkesinambungan, dan manusiawi. Sementara tarbiyah tak akan pernah lepas dari dakwah. Keduanya adalah mendukung satu sama lain. Jika salah satunya tidak ada, maka cacatlah yang lainnya. Keduanya adalah ibarat lebah dan bunga. Tidak mungkin manisnya madu dapat dirasakan tanpa kehadiran salah satunya.

Tarbiyah Menuju Pemimpin Umat Yang Shalih Demi Terwujudnya Peradaban Islam

Tarbiyah adalah jalan untuk menyadarkan umat ini, terutama bagi pemimpin dan orang-orang yang terjun ke dalam wilayah pemerintahan. Sehingga dengannya, terbentuklah pemerintah yang adil, tegas dalam mengemban amanah kepemimpinan, dan memiliki semangat juang dan militansi yang tinggi di dalam memperjuangkan Islam, sebagai manhaj yang syumul dalam semua bidang kehidupan.

Dengannya, negeri ini tak akan takut dengan negeri-negeri kafir, yang senantiasa menekan dan mengacak-acak barisan juang negeri ini, melemahkan nilai-nilai moralitas dan kepemimpinan di antara generasi muda, dan melunturkan rasa simpati dan empati di antara sesama. Dengannya pula, akan terbentuk bingkai kepercayaan yang besar, baik pemerintah kepada rakyatnya, maupun rakyat kepada pemerintahan. Sementara kepercayaan merupakan modal utama bagi persatuan dan kerapihan barisan dalam memperjuangkan ke-maslahat-an umat.

Pemimpin umat ini hendaknya meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Khulafa’ur Rasyidin radhiyallahu anhuma dalam semua hal, baik itu dalam aqidah, amalan, mu’amalah, dan akhlaq. Jika pemimpin umat ini berhasil meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan memberkahi kita, dan akan terbentuk suatu pemerintahan yang baik dan diridhoi Allah. Dan pemerintah seharusnya menjauhi hal-hal yang telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seperti kemewahan, haus kekuasaan, dan menyakiti sesama muslim.

  1. Kamis, April 2, 2009 pukul 8:42 pm

    Ini baru Part I. Part lanjutannya mana?
    Aku juga sekalian izin mengutip salah satu hadits yang ada di sini.

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar