Arsip

Archive for the ‘Ilmu’ Category

Menghidupkan Kembali Kepemimpinan Salafush Shalih Untuk Membangun Peradaban Islam (part I)

Senin, November 24, 2008 1 komentar

Pendahuluan

Salafush shalih berasal dari kata as-salaf yang berarti pendahulu, dan ash-shalih yang berarti sholeh atau baik. Dengan demikian salafush shalih berarti para pendahulu yang baik. Para ulama sepakat bahwa salafush shalih adalah ulama-ulama yang shalih yang berasal dari zaman sahabat, tabi’in (generasi setelahnya), dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in). Salafush shalih adalah sumber rujukan utama bagi umat ini, dan para ulama kontemporer senantiasa tidak akan pernah lepas dari menyandarkan ilmu mereka kepada ilmu yang telah diwariskan oleh salafush shalih. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’ut tabi’in).” (Shahih Bukhari)

Baca selengkapnya…

Tahapan-tahapan menghadapi pelaku bid’ah:

Selasa, Juli 15, 2008 Tinggalkan komentar

Ringkasan pembahasan ini adalah:

  1. Menjelaskan kebenaran dengan disertai dalilnya, dengan tidak menyerang perbuatan yang mereka lakukan. Allah berfirman,

    الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ

    “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” [Q.S. al-An’am, 6: 108]

    Hal ini disebabkan karena kebenaran pasti akan diterima oleh siapa saja yang masih memiliki fitrah yang selamat. Baca selengkapnya…

Kategori:Ilmu

Penjelasan Singkat Hadits Nabi Tentang Barang Siapa Memulai Sunnah yang Baik

Selasa, Juli 15, 2008 1 komentar

Barangsiapa membuat sunnah yang baik di dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang setelahnya yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa membuat sunnah yang buruk di dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang setelahnya yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” [HR. Muslim, 1017]

Baca selengkapnya…

Kategori:Ilmu

Pendapat Syaikh Imam Nawawi di dalam Masalah Bid’ah

Sabtu, Juli 12, 2008 1 komentar

Syaikh an-Nawawi Rahimahullah di dalam syarah-nya tentang masalah bid’ah membagi bid’ah menjadi lima bagian:

  1. Al-bid’ah al-wajibah (bid’ah yang wajib) dan contohnya adalah menyusun dalil-dalil…
  2. Bid’ah mandubah (sunnah) seperti menyusun kitab-kitab ilmu pengetahuan.
  3. Bid’ah mubahah seperti bervariasi di dalam hidangan makanan.
  4. Bid’ah muharamah.
  5. Bid’ah makruhah.

Diambil dari Terjemah Kitab البِدَعُ وَالمُحْدَثَاتُ وَمَا لاَ أَصْلَ لَهُ (Al-Bida’ wal Muhdatsat wama La Ashla Lahu) karya Hammud bin Abdullah al-Mathar, dengan judul Ensiklopedia Bid’ah penerbit Darul Haq, hal 96

====================

Catatan Perangkum

====================

Adapun bid’ah yang dimaksud di sini (sebagaimana terdapat pada syarah syaikh an-Nawawi Rahimahullah) adalah pengertian bid’ah secara bahasa. Definisi ini merangkum semua pengertian “sesuatu yang baru”. Oleh karena itu imam Nawawi memiliki kategori bid’ah yang wajib, sunnah, dan mubah (berbeda dengan bid’a di dalam masalah agama yang semuanya termasuk haram).

Jadi tidak heran jika diantara umat ini sebagian berpendapat tidak ada bid’ah hasanah, dan sebagiannya lagi menyatakan adanya bid’ah hasanah. Hal ini disebabkan karena sebagian kaum muslimin yang menafikan adanya bid’ah hasanah itu mengambil istilah bid’ah dari sisi agama yang diucapkan sendiri oleh lisan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana terdapat pada Musnad Ahmad (4/126), Abu Daud (4607), at-Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42), dan Shahih al-Jami’ (2546).

Sementara sebagian kaum muslimin yang menyatakan adanya bid’ah hasanah itu merujuk pada pengertian bid’ah secara bahasa sebagaimana istilah ini digunakan sendiri oleh Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu menurut riwayat yang shahih. Dan bid’ah yang dimaksud Umar Radhiyallahu anhu tidaklah sama dengan bid’ah yang dimaksud Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Sehingga apa yang disebut bid’ah oleh kalangan pertama itu disebut bid’ah muharramah oleh kalangan kedua, dan apa yang disebut “baru namun bukan bid’ah” oleh kalangan pertama disebut bid’ah wajibah atau bid’ah mandubahatau bid’ah mubahah (sekarang ini populer disebut bid’ah hasanah).

Oleh karena itu kedua hal ini tak perlu dipertentangkan dan hanya membutuhkan sedikit penjelasan yang baik. Menurut pendapatku, lebih utama untuk mengikuti Rasulullah dalam mendefinisikan bid’ah, dimana lisan beliau tidak pernah keliru. Adapun dalam tulisan-tulisanku selanjutnya, aku lebih memilih untuk mendefinisikan bid’ah sebagaimana definisi Rasulullah. Semoga shalawat dan salam senantiasa diberikan untuk beliau.

Wallahu a’lam.

Kategori:Ilmu

Definisi Bid’ah, Macam-Macam dan hukumnya

Sabtu, Juli 12, 2008 2 komentar

Pengertian Bid’ah

Bid’ah secara etimologis berasal dari kataاَلْبِدْعُ yang atinya membuat sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya. Misalnya Allah berfirman,

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ

Allah pencipta langit dan bumi.” [Q.S. Al Baqarah,2: 117]

Baca selengkapnya…

Kategori:Ilmu

KESEHARIAN MUSLIM

Jumat, Juli 20, 2007 Tinggalkan komentar

KESEHARIAN MUSLIM

Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-Jaarullah

Kata Pengantar.

Saudaraku….
Dengan penuh pengharapan bahwa kebahagian dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka kami sampaikan risalah yang berisikan pertanyaan-pertanyaan ini ke hadapan anda untuk direnungkan dan dijawab dengan perbuatan.

Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat ke hadapan anda dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, supaya kita bisa mengambil manfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini.

Baca selengkapnya…

Kategori:Ilmu

60 Pintu Pahala Dan Pelebur Dosa

Jumat, Juli 20, 2007 Tinggalkan komentar

1. TAUBAT
“Barangsiapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah akan mengampuninya” HR. Muslim, No. 2703.
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menerima tobat seorang hamba selama ruh belum sampai ke tenggorokan”.
Baca selengkapnya…

Kategori:Ilmu